Kesultanan Samudra Pasai
Samudra Pasai didirikan oleh Marah Silu yang bergelar Sultan Malik as-Saleh pada abad ke-13 dan terletak Lhokseumawe, pantai timur aceh (dekat dengan selat Malaka). Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam.
Belum banyak bukti arkeologis kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah. Namun, beberapa sejarawan mulai menulusuri keberadaan kerajaan ini bersumber dari hikayat raja-raja pasai yang dikaitkan dengan beberapa makam raja serta penemuan beberapa koin berbahan emas dan perak yang tertulis nama rajanya. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ilal-masyriq Pengembaraan Ketimur) Karya Abdullah ibn Batuthah, seorang musyafir dari maroko yang sempat singgah ke negeri ini pada tahun 1345.
Raja-raja kesultanan samudra pasai adalah sultan Malik as-Saleh, sultan Muhammad (Malik al-thahir), sultan Akhmad (Malik Az-zahir) dan Zainal Abidin.
Kejayaan Samudra Pasai adalah pada masa kesultanan Malik al-Tahir II dengan salah satu buktinya adalah bahwa samudra Pasai menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Agama Islam.
Menurut Marcopolo dari Venesia, Samudra Pasai berasal dari pusat kesultanan yang dulunya di samudra kemudian dipindahkan ke Pasai.
Secara geografis, Kesultanan Pasai memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebalh selatan dan timur, serta jika terus ke timur berbatasan dengan kerajaan Aru, sebelah utara berbatasan dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan dua kerajaan Nakur dan Lide.
Pusat pemerintahan kesultanan pasai terletak antara Kreung Jambo Aye (sungai jambu air) dengan Krueng Pase (sungai pasai).
Anehnya kerajaan ini tidak memiliki benteng pertahanan dari batu tetapi hanya memagari kotanya dengan kayu yang berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan, terdapat masjid , pasar dan dilalui sungai tawar yang bermuara kelaut, yang meskipun muaranya besar namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik. Mungkin ini berhubungan dengan penamaan Lhokseumawe yang artinya "teluk yang airnya berputar-putar".
Dalam bidang Agama dan budaya, islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat pasai meskipun pengaruh Hindu dan Buddha turut mewarnai masyarakat ini. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat pasai mirip dengan Malaka, baik itu dari bahasa maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kesamaan ini yang memungkinkan dalam mempermudah penerimaan islam di Malaka. Hubungan yang akrab ini juga dipererat dengan adanya pernikahan antara putri pasai dengan raja malaka sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Menjelang akhir masa pemerintahan kesultanan pasai terjadi beberapa pertikaian yang mengakibatkan perang saudara. Dalam Salalatus Salatin diceritakan Sultan pasai meminta bantuan kepada sultan malaka untuk meredam pembenrontakan tersebut. Namun, kesultanan pasai runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal pada tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukkan Kesultanan Malaka pada tahun 1511
Belum banyak bukti arkeologis kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah. Namun, beberapa sejarawan mulai menulusuri keberadaan kerajaan ini bersumber dari hikayat raja-raja pasai yang dikaitkan dengan beberapa makam raja serta penemuan beberapa koin berbahan emas dan perak yang tertulis nama rajanya. Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ilal-masyriq Pengembaraan Ketimur) Karya Abdullah ibn Batuthah, seorang musyafir dari maroko yang sempat singgah ke negeri ini pada tahun 1345.
Raja-raja kesultanan samudra pasai adalah sultan Malik as-Saleh, sultan Muhammad (Malik al-thahir), sultan Akhmad (Malik Az-zahir) dan Zainal Abidin.
Kejayaan Samudra Pasai adalah pada masa kesultanan Malik al-Tahir II dengan salah satu buktinya adalah bahwa samudra Pasai menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Agama Islam.
Menurut Marcopolo dari Venesia, Samudra Pasai berasal dari pusat kesultanan yang dulunya di samudra kemudian dipindahkan ke Pasai.
Secara geografis, Kesultanan Pasai memiliki batas wilayah dengan pegunungan tinggi disebalh selatan dan timur, serta jika terus ke timur berbatasan dengan kerajaan Aru, sebelah utara berbatasan dengan laut, sebelah barat berbatasan dengan dua kerajaan Nakur dan Lide.
Pusat pemerintahan kesultanan pasai terletak antara Kreung Jambo Aye (sungai jambu air) dengan Krueng Pase (sungai pasai).
Anehnya kerajaan ini tidak memiliki benteng pertahanan dari batu tetapi hanya memagari kotanya dengan kayu yang berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan, terdapat masjid , pasar dan dilalui sungai tawar yang bermuara kelaut, yang meskipun muaranya besar namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik. Mungkin ini berhubungan dengan penamaan Lhokseumawe yang artinya "teluk yang airnya berputar-putar".
Dalam bidang Agama dan budaya, islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat pasai meskipun pengaruh Hindu dan Buddha turut mewarnai masyarakat ini. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat pasai mirip dengan Malaka, baik itu dari bahasa maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kesamaan ini yang memungkinkan dalam mempermudah penerimaan islam di Malaka. Hubungan yang akrab ini juga dipererat dengan adanya pernikahan antara putri pasai dengan raja malaka sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.
Menjelang akhir masa pemerintahan kesultanan pasai terjadi beberapa pertikaian yang mengakibatkan perang saudara. Dalam Salalatus Salatin diceritakan Sultan pasai meminta bantuan kepada sultan malaka untuk meredam pembenrontakan tersebut. Namun, kesultanan pasai runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal pada tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukkan Kesultanan Malaka pada tahun 1511